Saturday, January 6, 2007

MIE AYAM 2

Pada edisi yang lalu telah saya kisahkan kedatangan Bari, teman Arief. Bari saat itu sedang menganggur. Dia ingin ikut berjualan Mie Ayam. Arief menawarkan kerja sama. Arief akan menyiapkan semua keperluan lengkap dengan daganyannya. Bahkan Arief menawarkan tempatnya biasa mangkal di Bilangan Slipi. Tugas Bari hanya berjualan. Tiap hari Bari harus setor Rp 50.000,- dan sisanya untuk Bari. (Saya dapat bocoran bahwa untuk belanja harian untuk satu gerobag hanya butuh kurang dari Rp 20.000,- sehingga Arief akan mendapat untung Rp 30.000,- per hari) Bari setuju dan akan mulai berjualan esok pagi.

Esok paginya saya melihat dua orang, Arief dan Bari, berangkat bersama. Arief akan menunjukkan pada Bari tempatnya berjualan sekaligus mengenalkan Bari kepada orang-orang di lingkungan sekitarnya dan pada orang-orang yang menitipkan dagangan.

Hari berikutnya saya membantu Arief mengecat gerobagnya yang baru. Dia bercerita akan mencari tempat mangkal lagi di Bilangan Tanah Abang. Dia juga akan membuat gerobag lagi karena rencana membuka lahan untuk istrinya di dekat rumah tetap akan diwujudkan.

Beberapa hari setelah itu, karena kesibukan masing-masing, kami tidak bertemu. Hingga suatu hari saya sedang jalan-jalan di Tanah Abang tiba-tiba ada yang memanggil. Saya menengok dan ternyata dia. Rupanya dia telah mendapat tempat berjualan. Tampak beberapa orang sedang menikmati mie ayamnya. Sayapun belok dan dia menawariku mie ayam. Tapi saya sudah makan dan sudah kenyang.

Minggu demi minggu berlalu dan Arief telah membuat gerobag lagi. Ini kelanjutan rencana membuka lahan berjualan untuk istrinya. Tapi cerita terulang lagi. Seorang temannya, sebut saja namanya Danang, datang dengan masalah yang sama dengan Bari. Ariefpun menawarkan pada Danang kerjasama seperti yang ditawarkan kepada Bari. Danang menerima dan 'ditempat-tugaskan' di Tanah Abang.

Akhirnya rencana untuk istrinya dapat terwujud. Suatu pagi saya melihat tiga gerobag mangkal di depan rumah kontrakan Arief. Terlihat kesibukan Arief dibantu istrinya menyiapkan segala perbekalan. Sekitar pukul setengah sembilan dua 'pegawainya' datang dan mendorong dua gerobag.
Lalu giliran Arief menyiapkan dasaran untuk istrinya.

Biasanya pukul sembilan dia sudah bersantai di rumah. Beristirahat atau melakukan aktifitas yang lain. Setelah shalat dhuhur dia menggantikan istrinya hingga saat shalat ashar tiba. Kadang dia mentraktirku makan siang. Tentu dengan menu mie ayam buatannya. (seperti biasa saya pesan menu spesial dengan bakso)

Pada saat saya memutuskan untuk mudik ke Semarang pada tahun 2002 berarti Arief telah memiliki 3 'cabang'. Iseng saya menghitung keuntungan Arief. Tiap satu gerobag dia mendapat untung Rp 30.000,-. Tiga gerobag berarti Rp 90.000,- sehari. Maka selama satu bulan paling tidak dia mendapat Rp 2,7 juta. Saya pikir tidak buruk untuk seorang lulusan Madrasah Tsanawiyah. Kalau ada lahan Arief masih bisa membuka 'cabang' lagi. Dan yang lebih menyenangkan dia punya banyak waktu di rumah atau berkumpul dengan istrinya. Semua itu dicapai dalam waktu kurang dari dua tahun.

BRAVO MIE AYAM.